Tuesday, November 20, 2012

Masak, Masak Sendiri

Pelan tapi pasti ada kerinduan lain yang menggerogoti hati, selain pada keluarga. Yang kalau sedang sendiri di kamar, menatap daun berguguran, pasti bawaannya mewek. Kerinduan itu ialan kerinduan pada tanah air. Waktu dulu Mbak Eva, mahasiswa Law School sini, sering menyebut jargon: "Indonesia is the best lah pokoknya," saat itu saya belum mengerti, apa yang the best banget dari negara yang tidak mengenal antri, korup di segala lini, dan macam-macam bobrok lainnya. Lalu saya mulai mengerti tentang satu hal di mana Indonesia menempati peringkat pertama di hati:

"BATAGOR MPEK-MPEK PALEMBAAANGG!"
"RUMAH ROTI, RUMAH ROTI, teroretretret teroret!"
"Tengtengtengteng!"

Itu dia, suara-suara itu membuat Indonesia terbaik. Apa? Mas-mas tukang bakso? *Penonton bertanya. Bukan saudara-saudara, maksud saya adalah: kemudahan akses untuk makanan halal. Lha darimana nyambungnya? *Penonton masih bertanya. Percayalah saudara-saudara, suara-suara di depan rumah kita tiap siang sampai jauh malam itu sangat mengindikasikan topik pembicaraan kita kali ini.

Dan akhirnya saya di sini, rasanya sudah 2160 jam saya di sini tanpa mendengarkan suara-suara itu (kesannya lebay tetapi benar adanya). Suara-suara yang mengindikasikan kemudahan akses makanan halal. Di sini makanan bahan mentah seperti daging, hanya bisa dibeli di toko Turki. Kalau mau beli makanan ringan, mesti menyipitkan mata membaca satu-satu bahan di belakang kemasan. Perhatikan kode E (seperi E160a, E500, dll.), terjemahkan semua bahan yang ditulis dalam bahasa belanda. Walhasil selain belajar, kesibukan mahasiswa muslim Indonesia adalah pada observasi ingredients.

Selain itu, kalau mau makan bakso misalnya, ya mesti buat sendiri. Makan kue, pizza, ayam goreng ala KFC, ikan bakar, bubur kacang ijo... semua home-made. Sehingga saya tiba pada kesimpulan, mungkin sepulang ke Indonesia selain saya bisa jadi dosen mata kuliah statistika, saya juga bisa nyambi buka warung tegal :D
Ikan masak asam dan kunyit plus sayur asam dan nasi :9

Mpek-mpek Makarel *jadinya kecoklatan disiram cuko gula merah asam dan cabe
Ikan bakaar bumbu plus timun dan mangga :9

Ngebakso di hari raya Idul Adha bersama kak Nola dan Dita

Pizza di hari milad ke 23 :D

Ayam goreng tepung kriuk :9
Ini dia roti isi coklat toblerone favorit Dita, tapi kali ini tidak digoreng seperti punya mang-mang roti di UI, melainkan dipanggang XD

Bolu coklat untuk Patricia, Mariana dan Florance



Monday, November 5, 2012

Masih Syiar Idul Adha

Penggantian kiswah 25/10


Rasanya kita melihat pada hari itu, bagaimana khaliluLlah Ibrahim dan Ismail Alaihumassalaam menjejak Mina untuk melaksanakan perintah dari Allah dalam mimpi beliau.


Tidak ada gentar yang sama di mata keduanya, seperti gentar yang ada di mata kita saat menyaksikan mereka. Bahkan mereka melempari setan-setan yang coba mencegat mereka di perjalanan cinta mereka. Cinta pada zat Maha Pencinta.

Menakjubkan. Allah menguji cinta Ibrahim padaNya berlawan cinta Ibrahim pada anaknya karena benarlah bahwa seorang ayah di dunia ini yang paling ia cintai tentu anak-anaknya. Allah menguji cinta Ismail padaNya berlawan cinta Ismail pada hidupnya karena benarlah bahwa seorang pemuda di dunia ini yang paling cintai ialah masa kininya: kehidupannya.

Allahu Akbar walilLahil hamd. Ibrahim dan Ismail lebih memilih cinta pada Allah daripada cinta mereka pada dunia yang fana. Dan Allahu Akbar walilLahil hamd. Demikianpun Allah mencintai mereka dengan mengganti pengorbanan itu.
*
Sekarang, kita ingin bertanya pada hati kita yang paling dalam: jika kita bermimpi layaknya Ibrahim, akankah kita memilih sepertinya? Jika kita Ismail saat mendengar mimpi itu, akankah kita mengambil keputusan yang sama?

I'm sorry I'm popular

Trotoar kampus Universiteit van Tilburg mulai temaram. Semuram pepohonan yang ditinggal pergi dedaunan. Semua kemuraman ini adalah dalam rangka menyambut datangnya musim dingin.

"Ini mungkin 8 derajat," kataku suatu waktu, pada Dita yang nafasnya terkondensasi di udara. Mengeluh tentang betapa dinginnya saat itu.
"Ah, tidak mungkin, ini pasti sudah minus!" ringisnya.

Mungkin bagi kamu yang sedang membaca tulisan ini di Indonesia berpikir bahwa 8 derajat celcius pastilah sangat dingin, tapi sungguh, aku berkata begitu karena aku merasa hari itu sedikit lebih hangat daripada hari-hari lainnya. Bahkan lebih hangat dari musim panas beberapa minggu yang lalu.

Kamu tahu kenapa? Karena aku berjalan bersama seorang teman.
*
Mungkin ini merupakan jawaban Allah saat dulu aku sempat bermuram durja (halah bahasanya=,=') karena tak memiliki teman di kota ini. Masa-masa itu sungguh masa yang asing. Sepertinya aku sangat terpisah dengan kehidupanku yang dulu, waktu aku dekat dengan keluarga dan sahabat. Aku tidak bisa menggambarkan kehampaan yang aku rasakan, tetapi saat itulah suara Aba hadir di dalam kepalaku:
"Ada Allah."

Benar bahwa ketika kita merasa cukup dengan ridha Allah saja, ridha ciptaanNya pun menghampiri kita satu demi satu. Semua hanya masalah waktu -seperti kata Indah nun dari bumi Minasa Upa. Tapi bagaimanakah jika kita hanya mengejar ridha makhluk? Kita kehilangan dua-duanya.
***
"How to say 'how are you?' in Indonesian?" tanya Patricia.
"Apa kabar?"
"Apa kebar?" ulangnya.
"It's 'kabar', 'apa kabar'?"
"And 'thank you'?" tanya Mariana.
"Terima kasih."
"Ok, terimakasih."
"Hey, that's my Indonesian friends, you can try to greet them!" aku menunjuk dua orang Indonesia yang bersepeda ke arah kami.
"Oh, ok, hey trimakaseh!!!"
Anggi dan seorang mahasiswa bachelor yang aku lupa namanya, terkejut mendengar 'terimakasih' dari seorang gadis berambut pirang.
Dan kami tertawa sepanjang jalan utama kampus hingga di depan perpustakaan.
***
Beberapa orang juga mulai menyapaku tiba-tiba saat aku berada di sebuah bangunan kampus, atau di perpustakaan, atau di kantin. Teman-teman Indonesia, teman dari kursus bahasa Arab di masjid, teman-teman volunteer pool, teman yang sering bertemu di 'mushola' kampus: Zwijsen Building, teman-teman dari kursus bahasa Belanda di Diederikdreef.

Patricia akhirnya tiba pada kesimpulan: "You are very popular!"

Popular dibahasa-Indonesiakan berarti: terkenal. Apakah terkenal berarti disapa satu orang (yang tentunya mengenal kita) secara acak dalam sehari? Kalau memang itu definisi terkenal, maka segala puji hanya bagi Allah yang tidak pernah meninggalkan hambaNya.
***
Tetapi sejauh apapun aku pergi, yang kuingat adalah mereka. Tentunya bukan karena mereka selalu nangkring di latar search engineku, di manapun dan kapanpun. Besar kemungkinan karena... jika hidup adalah garis, aku sudah tiba di titik di mana aku akan lebih sering mengingat masa lalu. Karena aku sedang menjalani masa depan yang pernah kucita-citakan. Dan saat mengingat masa lalu, kita selalu rindu: