Thursday, May 8, 2014

H-3

Aku dan kamu. Pertemuan kita mungkin dapat dihitung jari, pembicaraan kita hanya seputar komunitas ikhwah, itu juga dapat dihitung jari. Tetapi satu obrolan di media sosial yang tak pernah kulupa pada bulan Mei 2011. Yaitu pada saat aku merasa dan berkata bahwa takdirku sungguh lucu, kamu menegur agar tidak berkata seperti itu.

Sekarang, Mei 2014, mungkin kamu tak dapat mengelak lagi, bahwa takdir memang lucu, jika takdir seorang manusia, dia mestilah humoris. Kita berpindah dari takdir satu ke takdir lainnya dengan sangat tidak terduga dan sebelum kita sadari, kita berada di sini, sejak awal telah ditakdirkan untuk bersama.

Allah telah menentukan pertemuan kita, aku selalu percaya pada takdir baik yang ditetapkan Allah padaku. Dan karena Allah yang menentukan bahwa kamulah imamku, aku mempercayaimu.

Sampai bertemu saat aku telah menjadi istrimu.

Tuesday, May 6, 2014

H-5

Aku tentang cinta:
http://www.goodreads.com/review/show/145821737

Ya Rahman, Ya Rahiim, dariMu cinta, bagiMu cinta...

Hamba tahu bahwa satu hati telah Engkau tetapkan di lauh mahfuz, ruhnya dibagi menjadi dua, dan diterbangkan di belahan bumi berbeda. Setengahnya ada di sini, setengahnya lagi Engkau yang tahu, dan hanya pertemukanlah dua belah hati itu saat mereka siap menjadi satu hati baik yang bermanfaat bagi banyak orang. Amin. 
(14 Maret 2012)


Monday, May 5, 2014

Remember, Remember, the February

(Draft 12 Februari 2012)

When February arrived a while ago, it made me reminisce about gorgeous friendship I had with Benes. Ingatkah Bens, kita pernah punya persahabatan yang unik. Persahabatan itu bukan hanya tidak bisa dilupakan kita, tapi juga orang lain yang melihatnya. Meski kini sudah berjauhan, berkesibukan.
*
Juga tentang tema musik Februari yang mengingatkan saya pada kalian.
*
Saya selalu senang melihat serpihan debu semasa kecil dulu. Saat Ummi menyapu pagi hari dan saya memasang kaos kaki di depan pintu. Debu-debu emas itu berhamburan setiap kali Ummi mengayunkan sapu ijuknya. Pemandangan yang selalu membuat saya terpana, sampai Ummi meminta saya pindah.
Debu itu begitu bebas. Mereka terbang ke mana mereka dihempaskan, terkadang melawan, meski tak selalu berhasil.

Seorang pria Eropa memainkan piano klasik di tengah ruangan penuh debu emas. Ini video musik terbaik sepanjang zaman.
*
Mengenai debu, saya sedang membaca tulisan Paulo Coelho tentang anak penggembala -dan di mana hubungannya?. Ceritanya tentang pengembaraan seorang pemimpi. Ia bermimpi, dan dipanggil oleh takdirnya untuk memenuhi mimpi itu. Meski ia tahu perjalanannya tak akan mudah, ia mulai berkelana, melintasi padang pasir -lalu saya memikirkan debu-debu lagi. Sebenarnya buku itu adalah buku yang sangat penting, metafora yang ada di dalamnya adalah tentang hidup kita.
Bens, kita sedang menjalani kehidupan kita masing-masing. Memenuhi takdir kita yang sesungguhnya. Kita ini hebat, jika kita mau menjadi hebat. Saya berdoa segala kebaikan yang terbaik menurut Allah untuk takdir-takdir kita. Kebaikan yang membuat kita jadi baik, dan bermanfaat bagi banyak orang.

Uhibbukunna fillah.


Thursday, May 1, 2014

H-10

Gigi kebijaksanaan dan hubungannya dengan dorongan ingin menikah.

Kedengarannya akan janggal, tapi saya tidak sedang melucu.
***

Suatu waktu saya hidup sendiri demikian lama di negeri yang jauh orang tua, saudara dan sahabat, lalu saya mendadak  sakit gigi. Tiba-tiba saya merasakan semacam dorongan asing dari dalam diri sendiri untuk menikah. Ini luar biasa mengingat sejarah antara saya dan pernikahan serta ta'arufan.

Gusi saya bengkak parah waktu itu, karena gigi terakhir alias gigi kebijaksanaan mendorong menembus gusi untuk keluar, mengacaukan barisan gigi sebelumnya. Gigi terakhir disebut gigi kebijaksanaan atau wisdom teeth mungkin karena diharapkan setelah gigi ybs mencuat, yang punya gigi akan lebih bijaksana dalam menyikapi aneka ragam tantangan berat dalam kehidupan. Sedangkan rasa sakit yang ditimbulkan wisdom teeth merupakan permulaan alias hint dari tantangan itu. Rasa sakit yang luar biasa menyiksa. Makan dan bicarapun tak bisa, hanya bisa minum cairan seperti madu, susu dan air rebusan wortel -dan makan wortel lunaknya jika memungkinkan untuk mengunyah. Sebenarnya saya tidak berminat menelan apa-apa, tetapi demi gizi dan energi saya paksakan diri. Apalagi besok ada satu kelas yang mustahil untuk bolos.

Esoknya, alhasil saya berangkat ke kampus, bersepeda 1.7 km di penghujung musim gugur sembari menahan sakit yang menjadi-jadi dan lemas yang bertambah-tambah.

Di kelas, saya yang biasanya duduk paling dekat ke dosen, mengambil kursi di pojokan sambil menyeruput tanpa bunyi coklat hangat dari vending machine (di negeri ini, mahasiswa boleh makan dan minum dalam kelas). Di waktu istirahat kuliah (soalnya kuliah 2.5 jam saudara-saudara), sahabat saya Patricia (saya memanggilnya Patito) amat jatuh kasihan pada saya yang wajahnya mengalami pembengkakan, mata menyipit, dan bicara terbatas. Patito menelepon seseorang dan berbicara dalam bahasa Spanyol, ternyata itu temannya yang dentist.  Pesan dari temannya itu  untuk sekarang coba minum parasetamol.

Mendengar itu saya cepat-cepat menanggapi (walau kesulitan ngomong) "Patito, I'm allergic to paracetamol..."

Pati merogoh dompet icihnya dan mengeluarkan papan tablet obat, "you can take this instead Ridito (dia memanggil saya Ridito biar senada dengan namanya), it's safe for your allergy." Ia menyodorkan obat yang judulnya ibuprofen. Saya berterimakasih, bismillah dan menenggak obat tersebut.

Nyeri berkurang tapi segera kembali lagi saat efek obatnya hilang.
***
Malam itu, saya banyak merenung tentang masa depan.

Masa depan di mana saya sakit gigi, atau sakit yang lebih parah lagi, dan saya sendiri. Orang tua saya, saudara saya, sahabat saya tak ada di samping saya.

Mungkin benar bahwa semua orang membutuhkan seorang sahabat seperjalanan di dunia ini, untuk saling menguatkan, untuk saling menenangkan, karena kesakitan dan perjalanan seorang diri sangatlah menyedihkan.

Saya menenggak ibuprofen yang saya beli di Kring Apotheek sampai harus bolos kuliah, berharap sahabat perjalanan saya segera tiba. []